fbpx

AJCCN Ke-28 Brunei Darussalam : Demi Kepentingan & Kebijakan Profesi Perawat

Kuker Ketum PPNI Di DPD PPNI Kab Kediri : Koordinasi & Tanggapi Aspirasi
14 Februari 2019
PPNI & HIPANI Utamakan Standar & Penyatuan Persepsi Diklat
16 Februari 2019
Show all

AJCCN Ke-28 Brunei Darussalam : Demi Kepentingan & Kebijakan Profesi Perawat

Wartaperawat.com – Kontribusi dan andil yang cukup besar bagi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dalam upaya meningkatkan kualitas maupun kemajuan bidang keperawatan di kawasan Asia Tenggara.

Sejak tahun 2015, PPNI telah aktif mengirimkan delegasi pada pertemuan AJCCN (ASEAN Join Coordinating Commission on Nursing) sebagai bentuk antisipasi, sharing best practice dan mengawal kepentingan perawat Indonesia dalam kebijakan regional.

Pada pertemuan CCS ke 91 atau AJCCN ke-28 yang berlangsung di Brunei Darussalam, 11-13 Februari 2019, merupakan lanjutan dari pertemuan rutin, yang sebelumnya diselenggarakan di Myanmar pada bulan November 2018 lalu.

Dewan Pengurus Pusat (DPP) PPNI bergabung dalam Delegasi RI (Delri) untuk memberikan dukungan teknis pada perwakilan pemerintah, membantu memberi arah dalam pengambilan kebijakan, mengantisipasi lahirnya kesepakatan yang harus disikapi positif oleh PPNI dan sekaligus juga belajar dari Konsil negara lain.

Disamping itu dalam kenyataanya, banyak sekali produk dan ide dari PPNI dan stakeholder dalam bidang keperawatan yang sangat penting dipaparkan dalam forum AJCCN ini. Sebagai contoh kurikulum D3 dan Ners dari IPVIKI dan AIPNI serta capaian pembelajaran tingkat Magister dan Doktor keperawatan dari Majelis Kolegium Keperawatan.

Selain hal tersebut, dalam proses persiapan dokumen, PPNI selalu memberikan dukungan kepada Kementerian Kesehatan dalam memenuhi berbagai ketentuan yang dibahas dalam AJCCN.

Perwakilan Delri yang hadir pada pertemuan ini, Oos Fatimah (Kepala Sekreratian KTKI) dan Maya Ratnasari (Kementerian Kesehatan RI), sementara dari PPNI mewakilkan Masfuri (Kabid Hubungan Luar Negeri), Ati Surya Mediawati (Kabid Pelayanan Keperawatan).

Nampak hadir pada pertemuan, Dr. Glenda S. Arquiza Chairman, Board of Nursing Professional Regulation Commission (PRC) Philippines, perwakilan ASEAN Member States (AMS), dan juga dihadiri oleh seluruh anggota MS kecuali Thailand.

Bagi Indonesia telah dipresentasikannya mengenai tugas dan pandanganya dalam CCS sebelumnya. Dalam hal semua bentuk kebijakan, data, dokumen dan prosedur di AJCCN, Indonesia tidak banyak mengalami ketertinggalan.

Adapun agenda dan kegiatan yang dilaksanakan, diantaranya : 1. (Strategic Action Line 109-1) Core Competencies Review against 5 ASEAN Core Competencies., 2 (Strategic Action Line 109-3) Mapping Core Competency to NQF Presentasi dari Brunei Darussalam dan Vietnam., 3. (Strategic Action Line 109-4) AMS Nursing Curriculum yang dipresentasikan oleh Myanmar dan Brunei Darussalam., 4. (Strategic Action Line 109-5) Strengthening AMS Nursing Curriculum, semua negara sepakat mengirimkan kurikulum sarjana keperawatan yang akan dianalisis oleh Malaysia., 5. (Strategic Action Lines 112-1 and 2) Mechanism of Mobility for ASEAN Nurses., 6. (Strategic Action Line 112-3) Continuing Professional Development (CPD) for Nursing Myanmar., 7. (Strategic Action Line 112-4) Networking between NRA, Education Institutions and Other Agencies.

Berkaitan dengan tindak lanjut dari pertemuan AJCCN sepenuhnya adalah tanggungjawab pemerintah dan bukan PPNI. Namun demikian, sebagai organisasi profesi, banyak hal yang dapat berimplikasi bagi perawat yang harus menjadi perhatian.

Untuk itulah, perhatian penting yang harus diberikan DPP PPNI pada beberapa agenda, sebagai berikut :

  1. Agenda penting pertama yaitu Continuing Professional Development (CPD) for Nursing (2.7) harus disiapkan dan akan disajikan pada AJCCN 31 (dua tahun lagi). Mekanisme ini menjadi sangat penting dan dipelajari dengan sungguh-sungguh pada kesepakatan AJCCN sebelumnya, hal ini akan menguntungkan bagi perawat dan penguatan organisasi keperawatan. Pekerjaan rumah sangat penting tentang CPD adalah memastikan bahwa uraian kompetensi, kewenangan, level klinis (utamanya) dan kurikulumnya telah selaras dan berkesinambungan. Selanjutnya adalah jaminan pelaksanaanya, system audit pelaksanaan dan pengumpulannya agar dipastikan dapat dipertanggungjawabkan.
  2. Agenda penting kedua adalah mengumpulkan kurikulum paling lambat 15 juni 2019. Diperlukan penterjamahan kurikulum sarjana dan profesi keperawatan untuk kemudian diisikan dalam template yang telah disepakati. Disini semua negara sepakat hanya mengatur sarjana. Hal ini melegakan Indonesia karena pada pertemuan sebelumnya saat Mapping Core Competency to NQF (2.3) Indonesia merasa kalah dengan kategori vokasi (diploma 3) yang secara umum Asean dianggap sebagai professional tetapi dalam hokum Indonesia disebut vokasional.
  3. Updates on Professional Regulatory Authority (PRA) (5.1) yang saat ini belum ada perkembangan baru tentang Konsil Keperawatan (KK). Upaya Bersama tentang pendirian KK menjadi prioritas karena kesadaraan AMS terkait legal standing dalam memberikan pendapat di AJCCN sangat tinggi. PPNI hanya observer atau memberikan input kepada perwakilan resmi pemerintah karena tidak punya legal standing yang kadang dipertanyakan oleh AMS.
  4. Berkaitan dengan Common Core Competency, sejalan dengan proses pengembangan standar nasional Pendidikan tinggi dan standar kompetensi diperlukan sosialisasi kepada seluruh stakeholders. Belajar dari Philliphine, standar dan Core Competency disosialisasikan hingga ke kepala-kepala perawat (mungkin setara bidang keperawatan atau ketua komite keperawatan di RS).
  5. Berkaitan dengan pengembangan e-health dan medical tourism dalam Asean, hal ini diperlukan penyebaran wacana kesemua stakeholders keperawatan, dikarenakan dengan kemajuan teknologi dan informasi hal ini memberi peluang baik bagi perawat dan Indonesia.
  6. Diperlukan delegasi tetap AJCCN dari unsur PPNI untuk memastikan bahwa kebijakan pemerintah sejalan dengan kebijakan profesi dalam kerangka ASEAN. Perwakilan PPNI yang tetap akan memberikan input and influence yang bagus bagi Delri dan delegasi negara lain tentang kemampuan dan capabilitas professional Indonesia dari AMS lain.

Thailand dan Philipina yang selalu mengirim pejabat senior dari konsil dan hampir selalu hadir dalam setiap pertemuan AJCCN memberi pengaruh besar bagi arah MEA on nursing services. Semoga kedepan, dalam AJCCN 29 Indonesia sudah dapat diwakilkan oleh ketua Konsil Keperawatan. Diperlukan pendampingan beberapa kali oleh PPNI sampai kemudian diharapkan dapat lebih mandiri dan berpengaruh dikawasan Asean.

Dari hasil pertemuan ini dapat diambil kesimpulan bahwa Liberalisasi Sektor Jasa di ASEAN makin berkembang menuju target yang telah ditetapkan dalam AEC Bluprint 2025 dan menjadi bagian dari Master Plan ASEAN Connectivity (MPAC) 2025 yang merupakan komitmen Kepala Negara untuk mencapai target tersebut. Pertemuan CCS dan AJCCN yang rutin digelar dua kali dalam setahun, memerlukan banyak perhatian pemerintah dan semua stakeholder keperawatan.

Tentunya perkembangan Liberalisasi Sektor Jasa di ASEAN telah mengalami banyak kemajuan dimana terdapat 3 mekanisme/struktur di ASEAN dalam mewujudkan tujuan akhir liberalisasi sektor jasa kesehatan yaitu Mobilisasi Tenaga Profesional Dokter, Dokter Gigi, dan Perawat, dengan melalui perjanjian mobilisasi tenaga (MNP Agreement), pengaturan untuk saling mengakui kompetensi dan standar praktik tenaga professional (MRA), dan pengakuan level kualifikasi pendidikan (AQRF).

Berbagai kemajuan dalam AJCCN tak lepas dari dukungan berbagai stakeholders keperawatan di Indonesia. PPNI sebagai organisasi profesi memiliki kewajiban dalam mendukung segala upaya yang mempengaruhi kesehatan nasional dan berdampak pada profesionalitas keperawatan di Indonesia.

Keikutsertaan PPNI dalam Delri akan memberi dampak pada harmonisasi hubungan pemerintah dan organisasi profesi dan memberi arah bagi kebijakan keprofesian perawat yang lebih baik. (IM)

 

Sumber : Berdasarkan laporan delegasi PPNI : Masfuri & Ati Surya Mediawati.

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: