fbpx

PPNI Konsisten Memfasilitasi & Membantu Anggotanya Dalam Pengurusan STR

PPNI Mengajak Berperan Aktif Untuk Menjaga Kesehatan & Kesejahteraan Anak
2 Oktober 2020
Kemenkes Menetapkan Harga Acuan Tertinggi Swab Test Mandiri Bagi Masyarakat
6 Oktober 2020
Show all

PPNI Konsisten Memfasilitasi & Membantu Anggotanya Dalam Pengurusan STR

Wartaperawat.com – Dalam menjalankan roda organisasi profesi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) diperlukan perhatian besar untuk melayani kebutuhan bagi anggotanya.

Ketua Umum DPP PPNI Harif Fadhillah bersama Tim Penanganan Covid-19 DPP PPNI telah berupaya dalam memberikan pendalaman materi tentang Cara Cepat Urus STR (Surat Tanda Registrasi) Perawat pada Daily Zoominar DPP PPNI sesi ke-126.

Kegiatan ini dipandu oleh host Jajat Sudrajat dengan melibatkan Rohman Azzam dan Pramita Iriana sebagai narasumber untuk menyampaikan materi yang berkaitan proses pembuatan maupun permasalahan STR, yang merupakan salah satu materi yang diminati oleh perawat.

“Kebutuhan perawat yang penting sekali hingga ini yaitu Surat Tanda Registasi (STR), yang merupakan bagian dari sistim kredensialing perawat Indonesia. Kredensialing adalah satu aspek yang penting dalam sebuah profesi kesehatan,” ucap Harif Fadhillah saat menjadi Keynote Speaker pada Daily Zoominar episode 126, Jumat (2/10/2020).

“Hampir negara di seluruh dunia menjadikan kredensialing ini sebuah landasan dasar terhadap eksistensi dan perkembangan profesinya,” sambungnya.

Ketua Umum DPP PPNI ini mengatakan bahwa isi dari kredensialing itu ada 4 hal diantaranya : Pertama Registrasi, kedua Lisensi, ketiga sertifikasi dan keempatnya Akreditasi.

Disampaikannya, dari 4 hal kredensialing bertujuan untuk meningkatkan mutu juga menjaga kualitas praktik dari masing-masing profesi dan menjaga keselamatan baik penerima maupun pemberi jasa profesi.

Sehubungan dengan sistim kredensialing pada keperawatan itu sendiri, dijelaskannya berdasarkan sejarah kredensialing di Indonesia, bahwa pertama kalinya diatur, jelas dan spesifik pada tahun 2000, dengan terbitnya Permerkes No. 647 tahun 2000 tentang registrasi dan praktik perawat, disitu diterangkan ada 2 kegiatan yaitu registrasi dan lisensi.

Diterangkannya pula berkaitan dengan proses registrasi pada masa sebelumnya, bahwa yang menjalankan proses registrasi atau kewenangan registrasi itu ada pada Dinas Kesehatan Provinsi (dahulunya Kanwil Kesehatan). Sementara bukti registrasi bagi seseorang sudah terintegistrasi adalah Surat Ijin Perawat (SIP), yang mana registrasi itu dikeluarkan oleh masing-masing wilayah pada waktu itu, dan tidak diangkat secara nasional.

“Jadi Kanwil pada saat itu merupakan perwakilan Pemerintah Pusat yang ada di Provinsi. Oleh karena jika sudah mendapatkan SIP dari suatu wilayah, maka dapat pula berlaku di masing-masing wilayah Provinsi lainnya,” kata Harif Fadhillah.

Lebih lanjut diungkapkannya, bahwa sejak tahun 2001 melalui Permenkes No. 1239 tahun 2001, maka adanya perubahan sejalan dengan penerapan otonomi daerah. Adanya perubahan yang hanya pada nomenklaturnya saja dan yang menerbitkannya oleh Dinas Kesehatan, tetapi format registrasi tersebut masih tanggung jawab dari masing-masing Provinsi serta bentuknya masih SIP.

Ditambahkannya, pada tahun 2010, format registrasinya berubah berdasarkan atas terbitnya Permenkes No. 161 tahun 2010 dan Permenkes No. 1796 tahun 2011, yang mengatur tentang Surat Tanda Registrasi (STR) atau registrasi bagi tenaga kesehatan.

“Berdasarkan Permenkes tersebut, yang berwenang menerbikan STR adalah Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) atas nama Menteri Kesehatan dan berlangsung hingga sekarang, sampai terbentuknya Konsil Keperawatan. Jadi perubahannya dari SIP menjadi STR,” terang Harif Fadhillah.

Selanjutnya, diungkapkannya, dengan adanya terbitnya UU Keperawatan No. 38 tahun 2014, yang mengharuskan pula adanya keberadaan Konsil Keperawatan. Sementara itu, Konsil Keperawatan saat ini menurutnya sedang berproses dan mudah-mudahan akan segera selesai, jadi prosesnya tinggal pemilihan orang-orang yang akan ditunjuk oleh Presiden.

Dijelaskannya, pada UU Keperawatan tersebut bahwa formatnya tetap STR, namun kewenangan maupun penerbitannya bukan pada Menteri Kesehatan, melainkan pada Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI).

“Jadi kalau dilihat dari sejarahnya, sebenarnya yang berwenang mengeluarkan STR itu adalah pemerintah atau negara, karena STR itu adalah kegiatan pencatatan seseorang oleh negara,” ungkap Harif Fadhillah.

Sedangkan hubungan STR dengan PPNI, dikatakannya, sebagai organisasi profesi tentunya berusaha untuk membantu bagaimana anggotanya dapat terfasilitasi dengan baik, walaupun bukan kewenangannya PPNI.

Lebih lanjut diungkapkannya, adanya pemaparan materi kali ini menjelaskan apa saja yang saat ini telah dilakukan oleh PPNI, diantaranya upaya Tim dari PPNI yang setiap waktunya harus melakukan validasi dalam proses STR, yang seharusnya itu menjadi tugas Konsil Keperawatan. Dengan keberadaan Konsil Keperawatan yang belum ada, maka PPNI selalu mensupport pada proses STR tersebut, agar bisa cepat terbit. Upaya yang dilakukan PPNI selama ini telah menghasilkan banyak proses penerbitan STR.

“Hingga hari ini dari data terakhir sudah 983 ribu STR sudah terbit sejak tahun 2012. Hal ini luar biasa dan disitu ada peran PPNI,” sebutnya.

Harif fadhillah mengenang, adanya peran PPNI dimulai dari sejak MTKI yang pertama kalinya, dimana pada waktu itu hanya 4 orang saja dan kemudian ditambah lagi tenaga tambahan untuk membantu memasukkan data dan hal lainnya dalam proses penerbitan STR .

“Itu bentuk PPNI dalam menanggapi permasalahan, padahal bukan tanggungjawab kita. Itulah peran OP kita untuk bisa membantu kebutuhan perawat, dan hal itu merupakan prinsip organisasi profesi PPNI,” tuturnya.

Dikatakannya lagi, hingga hari ini proses validasi dan verifikasi adalah proses tugas negara dan bukan prosesnya OP, dikarenakan belum tersedianya Konsil Keperawatan, maka PPNI tetep konsisten menyediakan validasinya dalam menyelesaikan kebutuhan anggotanya.

“Ada 15-20 orang tim validasi yang setiap minggu melakukan verifikasi terhadap pemohon STR, dan hampir sekitar 2 ribuan pemohon setiap minggu yang harus diselesaikan untuk proses verifikasi. Semua itu dilakukan untuk kebutuhan anggota walaupun bukan tugas utamanya PPNI,” imbuhnya.

Namun dalam proses mempercepat penerbitan STR ini, Harif Fadhillah menginginkan agar perlu adanya kerjasama semua pihak, termasuk bagi pemohon STR, sehingga diperlukan kelengkapan data, kebenarannya, dan kevalidan data saat memberikannya ke dalam sistim, agar tidak menemui kendala dalam prosesnya.

Selain itu, dalam pengurusan STR, dihimbaunya, agar pemohon untuk tidak memerintahkan kepada orang lain yang tidak paham, sehingga terkadang tidak sesuai dengan permintaan dan menghindari bantuan dari pihak tertentu (seperti melalui bantuan di media sosial), dikhawatirkan akan terbitnya STR yang palsu, sehingga berdampak yang kurang baik di kemudian hari.

“Melalui narasumber yang akan menyajikan materi-materi berkaitan STR ini, agar pengurusan STR menjadi mudah dan cepat, mengikuti aturan dan dilakukan dengan benar. Mudah-mudahan materinya barokah dan bermanfaat,” tutupnya. (IM)

 

Sumber Foto : Screenshot Bapena PPNI

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: