fbpx

PPNI Menyikapi RUU Kesehatan Omnibus Law : UU Keperawatan Masih Implementatif

SMK DWI PUTRI HUSADA Bogor Gelar DEPERA 2023 dan Santunan Untuk Anak Yatim & Dhuafa
14 April 2023
DPD PPNI Lebak Gelar Pesantren Kilat : Bekali Ilmu Keagamaan & Realisasikan Visi PPNI
17 April 2023
Show all

PPNI Menyikapi RUU Kesehatan Omnibus Law : UU Keperawatan Masih Implementatif

Wartaperawat.com – Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) telah mengeluarkan press release berkaitan PPNI Menyikapi Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law.

Berikut ini isi press release tersebut, yang ditandatangani Ketua Umum DPP PPNI Harif Fadhillah bersama Irna Nursanti selaku Sekretaris III DPP PPNI.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi Perawat yang tersebar pada struktur 34 Propinsi, 514 Kabupaten kota dan lebih dari 6000 kepengurusan Komisariat di tempat kerja dan mempunyai anggota yang tercatat dalam data base PPNI sebanyak lebih dari 800 ribu Perawat yang sampai hari ini terus menerus membantu anggota dan pemerintah dalam mengkawal dan meningkatkat profesionalisme dan kesejahteraan anggotanya.

PPNI menyikapi perkembangan terakhir dalam bidang keseahatan adalah terkait pro kontra RUU Kesehatan yang dilakukan dengan metode Omnibus Law, sebagai Organisasi Profesi yang mewadahi tenaga kesehatan yang terbesar dan vital dalam system kesehatan, RUU Kesehatan dilihat dari materinya sedikit banyak akan sangat mempengaruhi perjalan profesi Perawat ke depan.

PPNI sangat mendukung perubahan ke arah lebih baik dari system kesehatan di Indonesia, namun perlu mengkritisi substansi yang justru akan menjadi kontra produktif dengan tujuan awal : Pertama : Substansi RUU berpotensi menghilangkan system yang sudah mulai baik terbangun dengan mencabut beberapa Undang-undang yang masih sangat relevan dan justru keberadaan undang-undang tersebut untuk menunjang perbaikan system Kesehatan antara lain adalah UU no 38 tahun 2014 tentang keperawatan, dengan mencabut UU Keperawatan tersebut dengan tidak mensubstitusi norma-norma esensial yang sangat dibutuhkan profesi perawat akan mengembalikan posisi perawat kepada kondisi 30 tahun silam dalam system Kesehatan.

Sebagaimana tertuang dalam naskah akademik dan konsideran yang menjadi latar belakang dari UU 38/2014 tentang keperawatan adalah : pengaturan Keperawatan dalam Undang-undang adalah untuk menjamin penyelenggaraan pelayanan keperawatan bertanggung jawab, akuntabel, bermutu aman dan terjangkau dan dilakukan oleh Perawat yang memiliki kompetensi, kerwenangan, etik dan bermoral yang tinggi. Tujuan tersebut tergambar dalam batang tubuh Undang-Undang Keperawatan dan peraturan pelaksanaan yang sudah sebagian besar terbit dan kalau dilihat adalah bukan hanya kepentingan Perawat tetapi lebih besar kepentingan masyarakat. Pencabutan UU Keperawatan akan serta merta mendegradasi profesi Perawat Indonesia yang saat ini sedang berkembang untuk kompetisi global dan meletakkan profesi Perawat pada kondisi tidak punya landasan pengembangan profesi yang kuat yang berpotensi menimbulkan masalah, konflik yuridis, social profesi dan system pelayanan kesehatan.

Kedua : Dalam draft RUU Kesehatan masih tampak tidak sungguh-sungguh untuk mereformasi system kesehatan khususnya sumberdaya kesehatan masih diskriminatif dalam pengaturannya. RUU Kesehatan dijabarkan tentang kualifikasi sumber daya kesehatan dengan berbagai aspeknya adalah tenaga medis dan tenaga kesehatan. Hal ini menimbulkan persoalan tersendiri dikemudian hari maka akan ada turunan regulasi dan kebijakan yang berbeda dari sisi porsi dan prioritas sebagaimana jauh sebelum penataan system kesehatan di Indonesia melalui Undang-Undang Profesi masing-masing.

Pembedaan tersebut menyebabkan adanya ketidak setaraan dalam pelayanan akan menyebabkan hambatan dalam koordinasi dan kolaborasi, yang saat ini sedang dikembangkan didunia adalah interkolaborasi dalam pelayanan Kesehatan dimana seluruh sumberdaya Kesehatan harus berfokus kepada pasien/klien dan akhirnya akan menjadi pelkayanan yang lebih efekstif dan berkualitas bagi masyarakat.

Ketiga : Ada potensi mengurangi peran masyarakat madani dalam khasanah Kesehatan di Indonesia, yaitu organisasi profesi. Organisasi Profesi adalah wadah masyarakat ilmiah bagi yang seprofesi dan sebagai wahana menyalurkan aspirasi anggota kepada pemangku kepentingan agar tedrjadi peningkatan profesionalisme dan kondisi kersja yan g baik bagi sebuah profesi. Organisasi Profesi Perawat PPNI yang selama ini konsisten dan terus menerus mendukung pemerintah untuk berkontribusi dalam peningkatan kompetensi profesionalnya dan juga mengadvokasi kesejahteraan agar para perawat dapat lebih tenang menjalankan kewajiban peran sebagai profesi pemberi pelayanan kepada masyarakat. Jiukalau perawat lebih. Nyaman dan tenang melaksanakan Profesinya maka dampaknya akan kebaikan pelayanan kepada masyarakat.

Keempat: RUU Kesehatan berpotensi memberi kemudahan perawat asing bekerja di Indonesia yang mengikuti kebijakan invesats, jika barrier teknis tidak ketat maka akan menjadi ancaman karena mempersempit kesempatan kerja lulusan perguruan tinggi keperawatan Indonesia. Jumlah lulusan Perguruan tinggi perawat di Indonesia sudah mencapai 65.000-75.000 pertahun.

Dari semua hal tersebut diatas, yang sangat esensial menjadi suara perawat seluruh Indonesia adalah hilangnya kebanggan sebagai profesi karena landasan profesinya sudah dicabut, bandingkan dengan profesi Insinyur, Advokat, Notaris, Psikologi yang ada Undang-undang tersendiri. Secara Universal di setiap negara telah ada UU Keperawatan (nursing act) tersendiri yang menjadi acuan pengembangan dan penyelenggaraan profesi perawat.

Untuk itu PPNI mendesak pihak-pihak yang berkompeten untuk melakukan pelurusan atas RUU Kesehatan OBL terutama kepada bapak Menkopolhukam RI dan Menko Inves untuk memperhatikan aspirasi perawat agar UU No. 38 tahun 2014 tidak dicabut atau setidak-tidaknya berbunyi UU 38 tahun 2014 tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan. (IM)

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: